Riau Pos, Ahad 21 Agustus 2011
Buk..! besok giliran kelas kami masuk lagi ya...
Kata-kata ini akan dilontarkan oleh para siswa apabila seorang guru dimata mereka suatu sosok teladan yang baik, menyenangkan bagi para siswanya.
Jadilah guru yang dirindukan siswa, jangan menjadi guru yang disyukuri siswanya ketika guru tidak mengajar alias jam kosong,. Agaknya ini memperjelas fenomena di mana siswa lebih senang dengan ketidakhadiran guru di ruang-ruang kelas ketimbang mereka berlama-lama diberi pelajaran. Terjadi penolakan oleh murid kepada gurunya, baik secara bawah sadar, dengan menyukai jam kosong tersebut; atau secara terang-terangan berujung pada protes dengan unjuk rasa diiringi tuntutan minta ganti guru. Di beberapa sekolah kejadian ini pernah dialami dan memang tidak dapat dipungkiri.
Dengan demikian, apakah hak mengajar guru selain berpegang pada SK mengajar dari atasan, juga harus diterima dari murid-muridnya?
Sebab, selama ini pemahaman guru terhadap hak mengajar hanya bertumpu pada SK mengajar. Berdasarkan SK mengajar itu, maka tanpa melihat bagaimana sikap siswa terhadapnya, guru merasa telah memiliki hak yang sah mengajar di ruang-ruang kelas.
Implikasinya, sangat menguntungkan bagi para siswa bila guru yang mereka hadapi telah banyak berbekal inovasi pembelajaran. Ini dapat membuat mereka betah di ruang-ruang kelas, karena tercipta situasi pembelajaran yang menyenangkan. Tetapi kalau itu tidak terjadi, maka mereka menerima guru tersebut hanya karena keterpaksaan.
Muhammad ‘Abd al–Qadir Ahmad menuturkan “ Banyak siswa yang membenci suatu ilmu atau materi pelajaran karena watak guru yang keras, akhlaq guru yang kasar dan cara mengajar yang sulit. Di pihak lain banyak pula siswa yang menyukai dan tertarik untuk mempelajari suatu ilmu atau suatu materi pelajaran, karena cara perlakuan yang baik, kelembutan dan keteladanan yang indah. bahwasannya guru bukan majikan tetapi guru adalah pelayan siswa. Jika kita para guru mendapatkan amanat dari siswa maka kita harus berusaha melayani dengan baik, berusaha menyenangkan, bukan malah minta diperhatikan apalagi mempersulit siswa.
Jadi guru bagaimana yang diharapkan oleh peserta didik?sesunggunya peserta didik berharap mendapatkan yang :menyenangkan, pintar, disiplin, komunikatif, simpatik, murah senyum, adil/tidak pilih kasih, tidak galak, humoris dan menarik.
Otak dan hati kita sering kali digerakkan oleh hal-hal diluar dugaan, bahwa mengajar atau mendidik tidak cukup menjejali mereka dengan aneka suguhan materi ajar, namun yang paling dalam bagaimana kita meramu proses pembelajaran pun sebagai arena berbagi rasa. Justru itulah tautan yang penting antara pendidik dengan peserta didik.
Meminjam pemikiran Bobbi DePorter, masuki dulu dunia mereka, setelah kita masuk di dalamnya bawalah mereka ke dunia kita, niscaya apa pun yang kita ajarkan baik konsep, teori, persamaan, dan lainnya akan mudah mereka serap. Itulah yang membuat mereka berada pada kondisi nyaman, belajar menjadi mudah, serta materi melekat lebih lama dalam otak. Bukankah ini yang dimaksud dengan quantum learning?
Menjadi guru yang hebat di mata siswanya dapat dilatih secara terus menerus tanpa menyerah. Seorang guru yang hebat dapat mampu mengajak peserta didik betah belajar di sekolah, membuat orangtua merasa nyaman, dan mampu mencetak kader bangsa yang berkarakter serta berkualitas. Guru yang hebat bukan guru yang senang membicarakan peserta didik, namun guru yang mengembangkan kelemahan menjadi kehebatan.
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi.
Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Senyum, Syukur, dan Sabar). Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur. Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa.
Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, moral, sosial, emosional, dan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral.
Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain.
Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi.
Jadi guru dirindukan siswa artinya guru tersebut telah membuat hati siswa terpikat dengan sentuhan manusiawinya, dengan tegur sapa dan cara mendidik yang berkenan, yang membuat mereka termotivasi untuk lebih rajin belajar, lebih berprestasi, dan kelak menjadi manusia Indonesia yang jujur yang memajukan bangsa dengan karya-karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar