Sabtu, 24 Maret 2012

TEORI KURIKULUM


TEORI KURIKULUM

A.  PENGERTIAN, FUNGSI, PROSES PEMBENTUKAN TEORI DAN TUGAS SEORANG TEORITISI

PENGERTIAN TEORI :
Teori adalah :
• Satu set/sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal
•    Karakteristik pernyataan :
– Bersifat memadukan
– Berisi kaidah-kaidah umum
– Bersifat meramalkan
• Teori lahir dari suatu proses, menjelaskan suatu kejadian yang menunjukkan sifat universal.
•  Guna teori (a) mendeskripsikan, (b) menjelaskan, (c) memprediksikan
Penjelasan gejala alam secara cermat sehingga kita dapat melakukan prediksi. Bila penjelasan ini telah diuji berkali – kali dan terbukti benar, penjelasan ini dinamakan teori. Kerlinger ( dalam Jalaludin, 2000;06 ) menyebutkan bahwa teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Definisi di atas melukiskan ciri – ciri teori ilmiah. Secara terinci teori ilmiah ditandai oleh hal – hal berikut (dalam Jalaludin, 2000;06 ) :
1. Teori terdiri dari proporsisi – proporsisi. Proporsisi adalah hubungan yang terbukti di antara berbagai vatiabel. Proporsisi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk ”jika, maka”.
2. Konsep – konsep dalam proporsisi telah dibatasi pengertiannya secara jelas. Pembatasan konsep ini menghubungkan abstraksi dengan dunia empiris.
3. Teori harus mungkin diuji, diterima atau ditolak kebenarannya. Pembatasan pengertian konsep yang dipergunakan menyiratkan kemungkinan pengujian teori.
4. Teori harus dapat melakukan prediksi. Teori agresi dapat meramalkan bahwa bila guru selalu menghambat tingkah laku anak, frekuensi agresi akan bertambah.
5. Teori harus dapat melahirkan proporsisi – proporsisi tambahan yang semula tidak diduga.

FUNGSI TEORI
Ada bermacam – macam fungsi teori dari beberapa ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Littlejohn yang menyatakan 9 fungsi dari teori, yakni :
1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. Ini berarti bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.
2. Memfokuskan. Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal, bukan banyak hal.
3. Menjelaskan. Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya. Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa tertentu.
4. Pengamatan. Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep operasional yang akan dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi teori.
5. Membuat predikasi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.
6. Fungsi heuristik atau heurisme. Artinya bahwa teori yang baik harus mampu merangsang penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
7. Komunikasi. Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan, yang memungkinkan untuk menyempurnakan teori. Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat dilakukan.
8. Fungsi kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. Generatif. Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.

PROSES PEMBENTUKAN TEORI
Langkah-langkah pengembangan teori menurut Faix'S ( 1964)
1.    Tahap 1 Basic theory adalah suatu langkah awal yang bersifat untung-untungan, di mana suatu teori belum dihubungkan dengan data empiris.
2.    Tahap 2 Middle-Range theory meliputi hipotesis yang telah diuji dengan pengalaman.
3.    Tahap 3 General theory adalah suatu sistem teori umum atau suatu bagan konseptual inclusive untuk menjelaskan suatu keseluruhan alam semesta.

B. PENDIDIKAN SUATU BIDANG KEILMUAN YANG BERKAITAN DENGAN BERBAGAI TEORI.
Pendidikan merupakan ilmu terapan (applied science) dari ilmu terutama filsafat, psikologi, sosiologi, dan humanitas. Sebagai ilmu terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran-pemikiran filosofis-teoritis, penelitian empiris dalam praktik pendidikan.
Boyles (1959) menyatakan bahwa teori pendidikan di Amerika Serikat berada dalam a state of suspended animation, penggambarannya masih tertangguhkan. Masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menampilkan dengan jelas teori pendidikan ini. Menurut Beauchamp (1975, hlm.34), teori pendidikan akan atau dapat berkembang, tetapi perkembangannya pertama-tama dimulai pada sub-sub teorinya. Yang menjadi sub teori dari teori pendidikan adalah teori-teori dalam kurikulum, pengajaran, evaluasi, bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan.
Ada dua kecenderungan perkembangan ilmu pendidikan. Pertama, perkembangan yang bersifat teoritis yang merupakan pengkajian masalah-masalah pendidikan dari sudut pandangan ilmu lain, seperti filsafat, psikologi, dan lain-lain. Kedua, perkembangan ilmu pendidikan dari praktik pendidikan,  Keduanya dapat saling membantu, melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi demikian. Hanya sedikit hasil pengkajian teoritis yang diterapkan para pelaksana pendidikan. Sebaliknya para pendidik di lapangan melaksanakan praktik pendidikan yang lebih didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan praktis, sekalipun tidak banyak dilandasi oleh teori-teori yang kuat.
Mengenai perbedaan teori dan praktik, Beauchamp menjelaskan : Theory by its nature is impractical. The world of practicallty is built around clusters of specific event. The world of theory derives from generalization law as axiomes, and theorems explaining specific events and the relationships among them (Beauchamp, 1975, hlm.35)
Walaupun terdapat perbedaan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Teori menjadi pedoman bagi praktik dan praktik memberi umpan balik bagi pengembangan teori. Sebagai ilmu dari segi ilmu, filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pendidikan dan teori pendidikan. Ada dua kategori teori yaitu teori deskriptif dan preskriptif.
Filsafat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Kebanyakan teori pendidikan yang ada, kalau tidak berlandaskan psikologi maka bersumber pada filsafat. Filsafat khususnya filsafat pendidikan memberikan pedoman bagi perumusan aspek-aspek pendidikan. Mendidik atau pendidikan berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak lepas dari nilai, atau dengan kata lain perbuatan mendidik selalu menyangkut nilai. Teori pendidikan selalu menyangkut tentang teori nilai, etika, yang keduanya merupakan bahasan dari bidang filsafat. Antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. John Dewey seorang ahli filsafat pendidikan progresif, umpamanya menyatakan bahwa filsafat merupakan teori umum dari pendidikan.
Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : (1) pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori pendidikan interaksional.
1. Pendidikan klasik (classical education)
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Essensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.
2.Pendidikan pribadi (personalized education).
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey – memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),
3.Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
4.Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.

C. POSISI TEORI KURIKULUM DALAM KONTEKS TEORI PENDIDIKAN
Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai  jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu : (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian implikasinya terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes  atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti yang tertera di atas dianggap terlalu sempit atau sangat sederhana, banyak lagi pengertian yang lebih luas yang dapat kita temukan dari berbagai literatur yang ada. Istilah kurikulum pada dasarnya tidak hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan memengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for students by the school). Sehingga kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Pendapat senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukan oleh Saylor, Alexabder, dan Lewis (1974), yang menganggap kurikulum sebagai upaya sekolah untuk memengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. selanjutnya, berdasarkan hasil pengumpulan informasi tentang kata kurikulum tahun 1916-1982 diperoleh beberapa pernyataan yang dapat dikembangkan sebagai definisi dari kurikulum.

D. KONSEP KURIKULUM MENURUT TEORI KURIKULUM
Kurikulum adalah suatu rencana, suatu program yang diharapkan, atau tentang kebutuhan yang diperlukan selama studi berlangsung. Kurikulum mengacu pada suatu rencana tertulis yang menguraikan apa yang akan dipelajari para siswa. Kurikulum adalah suatu metode dan pengetahuan yang ditentukan yang dapat dikomunikasikan. Kurikulum harus dapat diwujudkan dalam kelas riil, misalnya kurikulum yang berbasis pada pengalaman para siswa di bawah bimbingan para guru. Kurikulum menjadi rencana yang dibuat untuk memandu pelajaran didalam sekolah tersebut, yang pada umumnya dalam bentuk dokumen yang retrievable serta aktualisasi semua rencana tersebut didalam kelas.
Beberapa poin yang perlu ditekankan dalam definisi tersebut. Pertama, istilah kurikulum meliputi kedua-duanya (rencana yang dibuat untuk pelajaran dan pengalaman pelajaran yang nyata disajikan). Kedua, kurikulum merupakan retrievable document, yang denotasinya meliputi kurikulum berbasis perangkat lunak komputer maupun internet, juga yang merupakan hasil perumusan kebijakan kurikulum, seperti yang lebih spesifik adalah rencana pelaksanaan pembelajaran. .Ketiga, definisi kurikulum mencakup dua dimensi dari aktualisasi kurikulum, yaitu kurikulum sebagai pengalaman dan kurikulum yang dapat diamati.
Teori kurikulum adalah :
Suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah; makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Teori kurikulum sangat penting bagi para ahli dan praktisi, sebab teori ini menyediakan seperangkat konseptual untuk penelitian proposal kurikulum, mampu menjelaskan praktek, dan memandu perubahan Suatu teori kurikulum adalah seperangkat konsep bidang pendidikan yang sistematis yang memperjelas gejala/ aspek kurikulum.
Penggolongan menurut McNeil (1985) yaitu kurikulum sederhana/ mudah dan kurikulum kompleks/ sulit. Pinar (1978) menggolongkan teori kurikulum menjadi 3, yaitu Aliran Tradisional. Tyler memandang kurikulum sebagai kelas, guru, kursus, unit, pelajaran, dan sebagainya. Hirsch memasukkan konsep pengetahuan dasar dan budaya literasi dalam kurikulum sekolah. Aliran Empirisme Konseptual terfokus pada metodologi riset dari ilmu-ilmu eksakta dan mencoba untuk menghasilkan penyamarataan yang akan memungkinkan pendidik untuk mengendalikan dan meramalkan apa yang terjadi di sekolah. Aliran Rekonseptualis, menekankan kesubyektipan, pengalaman eksistensial, dan seni penafsiran dalam rangka mengungkapkan konflik kelas dan hubungan kekuasaan yang berbeda yang ada dalam masyarakat yang lebih besar.
Eisner dan Vallance (1974) menggolongkan teori kurikulum kedalam 5 konsepsi. (1) Kurikulum yang berorientasi pada aspek kognitif, terkait dengan pengembangan intelektual.(2) Kurikulum yang berbasis teknologi, dalam hal ini fungsi kurikulum terutama adalah untuk menemukan alat-alat efisien.(3) Kurikulum yang berorientasi pada aktualisasi diri, memandang kurikulum sebagai pengalaman yang didesain untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi.(4) Kurikulum yang berorientasi pada rekonstruksi social, menekankan pada kebutuhan bermasyarakat.(5) Kurikulum berorientasi pada rasionalisme akademis, menekankan pentingnya standard disiplin dalam membantu yang muda berpartisipasi dalam tradisi kultural barat.
Huenecke'S (1982) menggolongkan 4 jenis teori kurikulum, yaitu (1) Teori yang berorientasi pada structural, menganalisis komponen kurikulum dan hubungan timbal balik antarkomponen. (2) Teori yang berorientasi pada nilai, mengutamakan analisis nilai dan asumsi dari pembuatan kurikulum serta produk yang dihasilkan oleh para pembuat kurikulum. (3) Teori yang berorientasi pada isi, berkonsentrasi pada isi dari kurikulum.(4) Teori yang berorientasi pada proses, berkonsentrasi pada bagaimana kurikulum dikembangkan.

JENIS KURIKULUM
  1. Kurikulum Yang Direkomendasikan
Kurikulum yang direkomendasikan oleh sarjana individu, asosiasi profesional, komisi pengawas dan pembuat kebijakan. Dirumuskan lebih umum. Fungsinya lebih ke rekomendasi tentang kebutuhan dan kebijakan, serta mempromosikan hak kekayaan dan keunggulan intelektual mereka untuk semua siswa. Poin yang perlu dipertimbangkan bahwa standar bukanlah suatu kurikulum nasional. Standar adalah suatu usaha untuk menggambarkan apa yang para siswa harus bisa mengetahui dan lakukan. Standard dapat dijumpai melalui suatu variasi strategi dan gaya pengajaran.


  1. Kurikulum Yang Tertulis
Merupakan kurikulum formal, kurikulum yang diharapkan terutama semata-mata untuk memastikan bahwa hasil akhir dari sistem bidang pendidikan sedang terpenuhi. Dirumuskan secara lebih spesifik dan menyeluruh dibanding kurikulum yang direkomendasikan, menandakan suatu dasar pemikiran yang mendukung kurikulum, hasil akhir yang harus tercapai, sasaran khusus untuk dikuasai, urutan dimana sasaran hasil itu harus dipelajari, dan macam aktivitas pelajaran yang harus digunakan.
  1. Kurikulum Yang Didukung
Kurikulum yang direfleksikan dan dibentuk oleh sumber daya
yang dialokasikan untuk mendukung kurikulum tersebut, yaitu alokasi waktu, alokasi personil , buku teks, dan materi pelajaran.
  1. Kurikulum Yang Diajarkan
Kurikulum yang diajarkan merupakan bentuk transfer/ pengiriman isi kurikulum, sebuah kurikulum yang oleh seorang pengamat dilihat sebagai aksi guru mengajar. Dalam hal ini guru harus berpikir, merencanakan, dan membuat keputusan. Keputusan guru tentang kurikulum adalah suatu produk dari banyak variabel saling berinteraksi.
  1. Kurikulum Yang Diuji
Merupakan satuan pelajaran yang ditaksir dalam tes kelas yang dibuat oleh guru dan distandardisasi. Tes yang dibuat harus disesuaikan dengan apa yang diajarkan. Komponen kurikulum menentukan ketepatan antara apa yang diajar dan apa yang dipelajari.
  1. Kurikulum Yang Dipelajari
Istilah kurikulum yang dipelajari digunakan untuk menandakan semua perubahan dalam nilai-nilai, persepsi, dan perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman sekolah.



KOMPONEN KURIKULUM
Meliputi hasil akhir kurikulum, kebijakan kurikulum, bidang studi, program studi, bahan pengajaran, unit studi, pelajaran.

E.  PERKEMBANGAN TEORI KURIKULUM SEMENJAK AWALNYA SAMPAI SAAT INI
PERKEMBANGAN TEORI KURIKULUM
1.    Franklin Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui pendidikan yakni penguasaan pengetahuan,  TUJUAN Kurikulum.àketerampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi  Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori kurikulum
2.    1920 : pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak. Isi kurikulum didasarkan pada minat & kebutuhan siswa
3.    kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guruàCaswell : konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat
4.    1947: dirumuskan 3 tugas teori kurikulum :
– Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
– Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
– Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang
5.    Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum :
• Tujuan
• Pengalaman pendidikan
• Organisasi pengalaman
• Evaluasi
6.    1963 : Beauchamp : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain
7.    Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan & penyusunan bahan)
8.    Mc Donald (1964) : 4 sistem dalam persekolahan yakni kurikulum, pengajaran, mengajar, belajar
9.    Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi (1) landasan kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa kurikulum, (5) evaluasi kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan
10. Mauritz Johnson (1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan kurikulum. Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran

F.  BAHASAN DALAM TEORI KURIKULUM
Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu.  Akhirnya setiap pendidikan, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dalam kelas maupun diluar kelas.
Dibawah ini beberapa kurikulum menurut beberapa kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum.
1.     J. Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan extra kurikuler
2.     Harold B. Albertycs. Dalam reorganizing the high school curriculum (1965). Memandang kurikulum sebagai “all school”. Seperti halnya dengan definisi saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.
3.     B. Othanel Smith, w.o. Stanley, dan J. Harjan Shores. Memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experience set up in the school for the purpose of diseliping ehildren and youth in group ways of thinking and acthing”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka  dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4.    William B Ragan, dalam buku modern elementary curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut:
Ragan menggunakan kurikulum dalam arti luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah  tanggung jawab sekolah.
Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan social antara guru dan murid, metode pembelajaran, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5.   J. Lloyd Trump dan Dalmes F. Miller dalam bukunya secondary school improfement (1973). Juga menganut definisi kurikulum yang luas, menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
6.   Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya changing the curriculum : a social process (1946) ia mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik, dan personalia. Definisi Miel tentang kurikulum  sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, aspirasi, cita-cita serta norma-norma melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
7.   Edward A, Krug dalam secondary school curriculum (1960) menunjukan pendirian yang terbatas tapi realities tentang kurikulum, kurikulum dilihatnya sebagai cita-cita dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lainnya.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sebagai bertikut:
a.    Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembangan kurikulum, biasanya dalam suatu panitia.
b.    Kurikulum yang pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya.
c.    Kurikulum dapat pula dipamdang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu.
d.    Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara  actual menjadi kenyataan pada setial siswa.

Program Kurikulum Pendidikan
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id)
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR).

Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum yakni: kurikulum Humanistik, kurikulum rekontruksi sosial kurikulum teknologi, dan kurikulum subyek akademis.
Tetapi pada pembahasan ini lebih ditonjolkan pada pembahasan kurikulum humanistik dan rekontruksi sosial.
1. Kurikulum Humanistik
Kurikulum Humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi. Dalam pandangan humanisme, kurikulum sebagai sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek memenuhi kebutuhan individu untuk mencapai integrafi perkembangan dalam menuju aktualisasi diri.
Kurikulum Humanistik menitik beratkan pada pendidikan yang integrative antara aspek afektif  (emosi, sikap, dan nilai) dengan aspek kognitif (pengetahuan dan kecakapan intelektual) atau menambah aspek emosional ke dalam kurikulum yang berorientasi pada subyek metter (mata pelajaran). Pendidikan humanistic menekankan peranan siswa. Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendir atau bagaimana merasakan atua bersikap terhadap sesuatu.
Aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistic yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal dan mistikisme modern.
a. Pendidikan konfluen
Pendidikan yang memandang anak sebagai satu keseluruhan diri. Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi efektif. Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap perasaan dan nilai yang harus dimiliki murid.
  • Ciri-ciri kurikulum konkluen:
1.      Partisipasi => partisipasi dalam belajar
2.      Integrasi => interaksi dari pemikiran perasaan dan juga tindakan
3.      Relavansi => keterkaitan
4.      pribadi anak (self) => memberi tempat utama pada anak
5.      Tujuan => mengembangkan pribadi yang utuh yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan abyektif dan subyektif berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat.
  • Metode-metode belajar konfluen
Dalam kurikulum konfluen telah disusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran mencakup tujuan, topic yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran dan buku teks yang tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran. Unit-unit pelajaran yang telah dujicobakan kebanyakkan bahan ini dengan teknik afektif.
Teknik kofluen di antaranya: dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif antara 2 orang, fantasi body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri individu, ritual, suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan/ritual baru.
b.  Pendidikan kritikisme radikal
Pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak mengembangkan sendiri potensi yang dimiliki. Bersumber dari aliran naturalisme/ romantisme rousseau.
Dalam pendidikan ini tidak ada pemaksaan yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang.
c. Mistikisme modern
Aliran yang menekankan pada latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti melalui sensitivity training, yoga, dan meditasi.




Karakteristik Kurikulum Humanistik
a. Tujuan
Fungsi kurikulum memberikan pengalaman kepada setiap siswa untuk menunjang secara intrinsik tercapainya perkembangan dan kemerolekaan pribadi.
Tujuan pendidikan sebagai proses dinamika pribadi yang berhubungan dengan integrasi dan otonomi pribadi yang ideal. Aktualisasi diri merupakan inti kurikulum humanistik, artinya perwujudan diri yang ideal sebagai suatu kebutuhan.
b. Metode
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosiaonal antara guru dengan anak didik melalui suasana belajar yang menyenangkan. Materi pelajaran hendaknya merangsang anak belajar sedangkan guru mendorong para siswa untuk saling mempercayai dalam proses.
c. Organisasi
Salah satu kekuatan besar kurikulum humanistik adalah terletak dalam integrasi, yang artinya pencapaian kesatuan tingkah laku anak didik baik emosi pikiran dan tindakan. Organisasi bertujuan untuk mengatasi kelemahan kurikulum tradisional yang berorientasi pada materi yang gagal dalam menghubungankan psikologi anak.
d. Evaluasi
Kurikulum konvensional bertujuan sebagai kriteria hasil belajar. Kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses dari pada hasil artinya apakah aktifitas belajar yang dapat membantu anak didik menjadi manusia yang lebih terbuka dan mandiri.

Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekontruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut  mereka pendidikan bukan upaya sendiri melainkan, kegiatan bersama, interaksi, kerjasama, kerjasama. Kerjasama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru tetap juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang dilingkungannya dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui kerjasama dan interaksi ini siswa berusa memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju masyarakat yang lebih baik.
Para ahli rekontruksi sosial memandang kurikulum harus mampu menolong membantu siswa untuk menyesuaikan diri dengan masyarakatnya dengan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan perubahan sosial. Kurikulum ini lebih menekankan kepentingan individu dalam perubahan sosial.
Mereka ingin menyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat memuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui kosensus sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi.
Para rekontruksianis sosial menentan intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya.
a. Desain kurikulum rekontruksi sosial
Ada beberapa ciri desain kurikulum:
1)  Asumsi
Tujuan utama kurikulum rekontruksi sosial adalah menhadapkan para siswa pada tantangan, ancaman hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan, ancaman-ancaman tersebut yang perlu didekati dalam bidang ekonomi, sosiologi psikologi dan lain-lain.

2)  Masalah-masalah sosial yang mendesak
Merupakan pemusatan kegiatan belajar yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. Misalnya, dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan?
Pertanyaan tersebut mengundang pengungkapan lebih mendalam bukan saja dibuku-buku melainkan yang dari kehidupan nyata dalam masyarakat.
3) Pola-pola organisasi
Pada tingkat sekolah menengah pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengahnya merupakan masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi.

b.  Karakteristik Kurikulum Rekontruksi Sosial
1)  Tujuan
Tujuan utama kurikulum ini adalah untuk menghadapkan anak didik dengan tantangan-tantangan hidup yang dihadapi manusia.
Isi kurikulum diharapkan memberikan bekal kepada anak didik agar mampu menghadapi tantangan kemanusiaan.
2)  Metode
Guru dapat membantu anak didiknya untuk menemukan minatnya dan para membuat kurikulum menghubungkan tujuan nasional/tujuan dunia dengan tujuan anak didik.
Dengan begitu, anak didik dapat menggunakan minatnya untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3)  Evaluasi
Ditujukan kepada penilaiana terhadap kecakapan anak-anak didik dalam menghadapi tujuan-tujuan kualitatif kurikulum rekontruksi sosial. Bentuk evaluasi yang lebih ketat yakni ujian komprehansip yang diadakan akhirnya tahun ajaran yang bertujuan untuk mensistensakan dan melihat keseluruhan pengetahuan, ketrampilan dan sikap selama masih belajar.
4)  Pelaksanaan pengajaran rekontruksi sosial
Dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahakan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan pontensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan  potensi tersebut.
Para ahli kurikulum menyarankan agar isi kurikulum difokuskan pada penggalian-penggalian sumber-sumber alam dan bukan alam, populasi kesejahteraan masyarakat dan lain-lain.

Kurikulum Tradisional Atau Progresif
Menjalankan kurikulum tradisional atau progresif akan banyak mendapat tantangan, antara lain dari pihak guru yang dikenal karena sikap koservatifnya, juga orang tua yang mengecap pendidikan tradisional dan merasakan manfaatnya.
Menganut kurikulum tradisional berpegang pada kurikulum yang di dasarkan atas subyek atau mata pelajaran yang biasanya diberikan secara terpisah-pisah. Bahan mata pelajaran di ambil dari berbagai disiplin ilmu yang dibina dan senantiasa dikembangkan para ilmuwan dank arena itu mendapat penghargaan  tinggi dari masyarakat.
Penganut kurikulum progresif atau modern tidak menolak ilmu, akan tetapi tidak dipelajari demi ilmu itu sendiri, akan tetapi untuk dipergunakan dalam memecahkan suatu masalah. Sambil memecahkan masalah siswa mengumpulkan ilmu yang diperlukan.
Kurikulum tradisional menyamaratakan semua siswa baik mengenai bahan, metode belajar-mengajar, maupun evaluasi. Kurikulum progresif memperhatikan bahkan membantu perkembangan keunikan individu. Kurikulum tradisional menerima kenyataan dalam masyarakat sebagaimana adanya, sedangkan kurikulum progresif berusaha untuk mengubah lingkungan untuk membentuk dunia yang lebih baik.

G.  HAL-HAL YANG DIJADIKAN SUMBER DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sumber / landasan inti penyusunan kurikulum :
• Bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang tua
• Menjadi luas, meliputi semua unsur kebudayaan
• Bersumber pada anak : kebutuhan, perkembangan, dan minat
• Berdasarkan pengalaman kurikulum yang sebelumnya
• Nilai (value)
• Kekuasaan sosial & politik


Sub Teori Kurikulum :
• Disain Kurikulum
Merupakan pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar. Dimensi penting yakni (a) substansi, dan (b) model pengorganisasian (bagaimana penggunaan kurikulum dan bagaimana kurikulum di evaluasi)
• Rekayasa Kurikulum
Proses memfungsikan kurikulum di sekolah / upaya agar kurikulum berfungsi
– Bidang pelaksanaan proses rekayasa
– Keterlibatan personal dalam proses pelaksanaan kurikulum
– Tugas dan prosedur perencanaan kurikulum
– Tugas dan prosedur pelaksanaan
– Tugas dan prosedur evaluasi

prinsip dalam pengembangan teori kurikulum
• dimulai dengan perumusan / pendefinisian
• mempunyai kejelasan nilai & sumber pangkal tolaknya
• menjelaskan karakteristik disain kurikulum
• menggambarkan proses penentuan kurikulum & interaksi antara proses
• menyiapkan diri bagi proses penyempurnaan

KTSP JIKA DITINJAU DARI CURRICULUM THEORY DAN THE NATURE OF CURRICULUM
Landasan Yuridis KTSP
  • UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  • PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  • Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
  • Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
  • Permendiknas No. 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006

Argumentasinya bahwa
    1. Dilihat dari mekanisme penyusunannya, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun secara sistematis dan terperinci yang meliputi penyiapan dan penyusunan draft, review dan revisi, serta finalisasi, serta dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP. Adapun mekanisme penyusunan KTSP terlihat pada Gambar 6.1
Hal ini selaras dengan konsep curriculum theory dan the nature of curriculum . Di dalam curriculum theory, kurikulum adalah seperangkat konsep bidang pendidikan yang sistematis yang memperjelas gejala/ aspek kurikulum. Sedangkan the nature of curriculum, menjelaskan konsep kurikulum sebagai berikut. Pertama, istilah kurikulum meliputi kedua-duanya (rencana yang dibuat untuk pelajaran dan pengalaman pelajaran yang nyata disajikan). Kedua, kurikulum merupakan retrievable document, yang denotasinya meliputi kurikulum berbasis perangkat lunak komputer maupun internet, juga yang merupakan hasil perumusan kebijakan kurikulum, seperti yang lebih spesifik adalah rencana pelaksanaan pembelajaran. .Ketiga, definisi kurikulum mencakup dua dimensi dari aktualisasi kurikulum, yaitu kurikulum sebagai pengalaman dan kurikulum yang dapat diamati.
Dalam hal ini, KTSP merupakan suatu perencanaan yang dibuat untuk pelajaran sekaligus berisi pengalaman pelajaran riil yang akan dilaksanakan di kelas. Hal ini juga selaras dengan konsep pada curriculum theory, yang memposisikan perencanaan teoritis dalam kurikulum sekolah adalah suatu yang utama. Wujud konkret dari dari aplikasi teori ini bahwa dalam KTSP dikenal adanya Silabus dan RPP dari SK/ KD yang dikembangkan pusat serta Silabus dan RPP dari SK/ KD yang dikembangkan Sekolah.
    1. Dilihat dari acuan operasional penyusunan KTSP, maka KTSP disusun berdasarkan prinsip
  • Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
  • Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
  • Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
  • Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
  • Tuntutan dunia kerja
Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
  • Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  • Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah
  • Dinamika perkembangan global
Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.
  • Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
  • Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.
  • Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
Adapun di dalam curriculum theory dan the nature of curriculum menyangkut pada peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik, keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, tuntutan dunia kerja, perkembangan iptek, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan (idiologi kebangsaan), kondisi sosial budaya masyarakat setempat (variable kulture), kesetaraan jender (nondiskriminasi).
Penyusunan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan dalam KTSP juga selaras dengan curriculum theory dan the nature of curriculum, yang menyangkut (1) apa yg hrs dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah (hasil belajar siswa), (2) suasana pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu (suasana pembelajaran), (3) suasana sekolah yang seperti apa seperti apa yg diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa (sekolah sebagai lembaga/ organisasi pembelajaran).
3. Dilihat dari komponen KTSP yang meliputi
  • Tujuan Pendidikan Sekolah
  • Struktur dan Muatan Kurikulum (mata pelajaran. Muatan lokal, Pengembangan Diri, Beban Belajar, Ketuntasan Belajar, Kenaikan Kelas dan kelulusan, Penjurusan, Pendidikan Kecakapan Hidup, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global).
  • Kalender Pendidikan
  • Silabus dan RPP
Hal ini juga selaras dengan komponen kurikulum yang ditawarkan the nature of curriculum, yang meliputi hasil akhir kurikulum, kebijakan kurikulum, bidang studi, program studi, bahan pengajaran, unit studi, pelajaran. Analisisnya bahwa keempat komponen dalam KTSP tersebut merupakan hasil dari kebijakan kurikulum baik yang merupakan hasil buatan guru, buatan sekolah maupun buatan pemerintah. Di dalam tujuan pendidikan sekolah juga memuat mengenai hasil akhir atau sasaran yang akan dicapai/ dikehendaki atas pelaksanaan kurikulum tersebut. Kemudian di dalam Silabus dan RPP tercakup bidang studi, program studi, bahan pengajaran, unit studi, pelajaran, dll.
Mata pelajaran dalam KTSP berisi “Struktur Kurikulum Tingkat Sekolahyang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian SKL. Hal ini senada dengan kedua teori diatas yang meyatakan bahwa kurikulum harus disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah. Adapun persamaan pengembangan struktur kurikulum pada keduanya adalah terletak pada alokasi waktu pembelajaran dan adanya jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum sekolah.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Muatan lokal ini mencerminkan perlunya variable budaya dan sosial dalam kurikulum. Dalam KTSP, muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah.
Adapun pengembangan diri dan pendidikan kecakapan hidup dalam KTSP terkait dengan kurikulum tersembunyi. Sebab keduanya tidak termasuk dalam struktur kurikulum yang secara khusus direncanakan/ dibuat. Keduanya juga bukan mata pelajaran sehingga tidak perlu dibuat SK, KD, dan Silabus. Pengembangan diri dalam KTSP bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan kondisi sekolah. Sedangkan pendidikan kecakapan hidup bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kecakapan personal, sosial, akademik dan vokasional/ keterampilan.
4. Dilihat dari Muatan/ Subtansinya
Substansi KTSP memuat tiga aspek yang selaras dengan subtansi kurikulum yang dijelaskan dalam curriculum theory maupun the nature of curriculum, yaitu (1) kognitif/ pengetahuan, menyangkut hal-hal yang sifatnya akademik (2) afektif/ sikap dan nilai, menyangkut pembentukan dan perubahan sikap dan pola tingkah laku (3) psikomotorik/ keterampilan.
5. Persamaan antara KTSP dengan curriculum theory maupun the nature of curriculum adalah adanya tuntutan akan kebebasan dalam menentukan kurikulum di sekolah oleh warga sekolah, adanya partisipasi guru; partisipasi keseluruhan atau sebagian staf sekolah; rentang aktivitasnya mencakup seleksi (pilihan dari sejumlah alternatif kurikulum), adaptasi (modifikasi kurikulum yang ada), dan kreasi (mendesain kurikulum baru); perpindahan tanggung jawab dari pemerintah pusat (bukan pemutusan tanggung jawab); proses berkelanjutan yang melibatkan masyarakat; dan ketersediaan struktur pendukung (untuk membantu guru maupun sekolah).
Kendala- Kendala Pelaksanaan KTSP
  • Guru-guru masih kekurangan informasi dan juga stimulus mengenai pengembangan kurikulum berbasis sekolah
  • Dominasi kepala sekolah yang berlebihan atas keputusan pengembangan kurikulum
  • Masih banyak guru-guru yang berpersepsi sebagai penerima-pasif pengambilan keputusan kurikulum.
  • Persoalan keahlian pengembangan kurikulum warga sekolah, dimana masih banyak guru yang masih kekurangan pengetahuan dan pengalaman tentang pengembangan kurikulum.














Bahan bacaan :

Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Remaja Rosdakarya, Bandung
Tim Pengembang MKDK, 2011, Kurikulum dan Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta

1 komentar:

  1. tetap semangat y ibu.
    saya senang dengan tautan ibu yang ada saat ini.
    tetap majuterus bu
    semangat.....!!!!!

    BalasHapus